SEPUTARSUMBAR, Pariaman — Keberhasilan Kota Pariaman yang dipimpin Genius Umar pada pembangunan partisipasi publik diuji Pusat Riset Kajian Nasional SKSG UI Melalui Pilar Budaya.
Ketua Umum Persatuan Dosen Pariwisata Indonesia, Febby Dt. Bangso mengatakan, Genius Umar berhasil membuka jalan sepanjang 50 KM 25 Ruas Non Budgetter adalah bentuk pembangunan partisipasi publik dengan cara badoncek.
“Seni memimpin Kota Pariaman dengan pendekatan budaya yang mana badoncek atau sumbangan sebagai bentuk solidaritas atau partisipasi dikemas dengan baik oleh Genius Umar telah membangun jembatan hati antara perantau dengan orang kampung untuk membangun kota pariaman bersama-sama,” ujar kandidat Doktor Pariwisata ini.
Dalam rangka menyusun strategi ketahanan kota yang berbasis pada budaya, Pemerintah Kota Pariaman kembali bekerjasama dengan Sekolah Kajian Strategik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia melaksanakan FGD untuk membahas pilar ketahanan budaya di Balaikota Pariaman Selasa, 27/06/2023 .
Acara FGD dipimpin langsung oleh Walikota Pariaman Prof. Dr. Genius Umar dan dihadiri oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya, tokoh adat dari Lembaga Kerapatan Adat Minangkabau (LKAM) dan Bundo Kanduang serta para pekerja sosial, pelaku pariawisata dan tokoh muda.
Hadir menjadi narasumber dalam FGD adalah Nanang Afrisal, Direktur Jaringan Kota Pusaka Indonesia, Dr. Margaretha Hanita dari Pusat Riset Ketahanan Nasional (PRKN) SKSG Universitas Indonesia dan perwakilan dari PT Kereta Api DIVRE II Sumatera Barat juga hadir Febby Dt Bangso, Ketua Umum Persatuan Dosen Pariwisata Indonesia.
Menurut Febby, pilar ketahanan budaya dipilih menjadi salah satu tema serial FGD karena kota Pariaman sangat terkenal sebagai daerah yang memiliki budaya paling kuat di Sumatera Barat dan dipraktekkan dalam membangun kotanya hingga kini. Salah satunya praktek pendekatan budaya digunakan untuk membangun 25 ruas jalan sepanjang 50 km tanpa menggunakan dana APBD maupun bantuan pemerintah, namun melibatkan seluruh masyarakat yang tinggal di Pariaman maupun merantau secara gotong royong dengan tradisi budaya badoncek yang sangat kental dengan solidaritas, kerjasama dan gotong royong.
“Eksistensi badoncek ini memang telah dipraktekkan turun temurun di Pariaman yang dilakukan ketika menghadapi masalah dan kegiatan yang memerlukan biaya, seperti perkawinan atau membangun rumah. Tradisi yang biasanya dilakukan dalam lingkungan keluarga kini dipraktekkan secara konsisten di masa kepemimpinan Walikota Pariaman Prof Genius Umar sebagai bentuk pembangunan partisipasi masyarakat dengan mengumpulkan sumbangan secara sukarela dan terbuka, di kampung ataupun di rantau,”ungkap mantan Ketua DPW PKB Sumbar tersebut.
Febby juga mengatakan, sejak pandemi hingga kini sudah 41 rumah penduduk yang rusak dibangun secara badoncek kerjasama dengan Indo Jalito Peduli.
“Selain badoncek, Kota Pariaman memang terkenal memiliki budaya yang tinggi, salah satunya budaya pesisir yang sangat terkenal yakni Budaya Tabuik yang diperingati setiap 1 Muharam dan menjadi daya tarik pariwisata setiap tahun dan menyedot wisatawan terbanyak hingga 250.000 orang yang datang , baik domestik maupun internasional di Sumatera Barat,” kata Febby
Badoncek dan Tabuik ini sudah masuk dalam Warisan Budaya Tak Benda di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Peluang pembangunan Kota Pariaman di sektor pariwisata berbasis sejarah budaya juga masih sangat besar karena merupakan pintu gerbang masuknya Islam di Sumatera Barat dan juga memiliki cagar budaya tidak bergerak berupa Stasiun Kereta Api dibangun sejak 1901 dan masih beroperasi sampai sekarang.
Dalam diskusi, Nanang Asfarinal, Direktur Jaringan Kota Pusaka Indonesia menyampaikan bahwa Pariaman sangat layak menjadi kota pusaka dan bisa memetakan kembali kawasan lama yang bisa menjadi cagar budaya seperti stasiun, pasar, dan situs pelabuhan. Kereta Pariaman Express dengan rute Padang-Pariaman hingga kini beroperasi 8 kali dan bisa menjadi primadona bagi pariwisata dan pembangunan. (rc)
Komentar